Oleh: Sawaludin Damopolii (Wartawan Senior Maluku Utara)
Awal Februari merupakan hari berkabungnya kalangan jurnalis Maluku Utara. Itu terjadi setelah, dua sosok kuli tinta yang piawai dan dikenal survive, yaitu Safrudin Ganda yang kerap disapa Bang Dino (ANTV) dan Adinda Sahril Helmi (Metro TV) meninggal dunia dengan durasi waktu yang nyaris bersamaan.
Abang Dino, wafat pada hari Sabtu, 1 Februari 2024 setelah beberapa bulan menjalani perawatan medis akibat didera penyakit. Ketika dirundung awan duka dan bahkan air mata kesedihan pun belum mengering, sehari kemudian, publik Maluku Utara wabil khusus insan pers digemparkan sebuah peristiwa ledakan speedboat 04 Basarnas Ternate yang ditumpangi Sahril Helmi.
“Setiap yang bernyawa pasti merasakan kematian”. Sepenggal narasi yang diabadikan dalam Alquran Surat QS. Ali Imran ayat 185 dan QS. Al-Ankabut ayat 57 tersebut menjadi pengingat hidup kita semua.
Saya, anda dan kita semua yang memiliki jiwa akan melewati dan merasakan fase perpisahan sakral yang disebut kematian. Hanya saja proses kematian itu sendiri setiap orang tidaklah sama serta tempat dan waktunya pun tidak bisa diprediksi.
Hidup adalah misteri. Di saat sebagian orang memanfaatkan hari Minggu sebagai momentum untuk liburan, malah Sahril Helmi tidak bergeming dan memilih bergabung diri dengan tim Basarnas Ternate untuk menunaikan misi kemanusiaan, yaitu menyelamatkan dua orang nelayan yang konon terombang ambing di perairan Gita, Tidore Kepulauan setelah perahu yang dinakhodai para nelayan itu mati mesin.
Sebagai jurnalis televisi, peristiwa haruslah up to date dan tersaji dalam engel-engel video yang menarik. Karena mendapatkan video berkualitas bagi jurnalis audio visual adalah kepuasan dan kebanggan tersendiri. Di sanalah keunikannya bagi pewarta tv.
Adinda Sahril merupakan potret jurnalis profesional dan memiliki naluri pewarta yang factual. Insting kewartawanannya patut diapresiasi. Di tengah era digitalisasi yang mendorong semua orang bisa menjadi “jurnalis” medsos, adinda Sahril pun survive dan bercibaku tanpa mengenal ruang, waktu dan iklim semesta demi menjaga kemurnian produk (informasi) wartawan.
Time is moment. Bagi Sahril, bencana tidak sekedar sahabat karib melainkan moment spesial yang tidak boleh dilewatkan sedetik pun. Beberapa peristiwa insidentil, seperti erupsi gunung berapi Halmahera Barat, bencana longsor dan demonstrasi menjadi makanan lezatnya. Sekali lagi, menyajikan informasi kekinian dengan audio visual yang menarik adalah sebuah kepuasan. Tidak heran, jika jurnalis kelahiran Desa Bisui, 19 April 1994 ini selalu tampil up to date.
Tidak sekedar meliput, namun wartawan imut-imut ini memiliki jiwa solidaritas dan kemanusiaan tinggi. Sosok bersahaja dan menjunjung tinggi kesetiakawanan membuat rekan seprofesi mengagumi serta mencintainya.
Namun sayangnya, buruan informasi serta niat Sahril bersama 10 petugas Basarnas Ternate menolong dua nelayan yang hanyut di perairan laut Gita, Tidore Kepulauan, Minggu (02/02) malam lalu berakhir petaka. Speedboat 04 Basarnas yang mereka tumpangi pada misi kemanusiaan itu meledak. Saat itu juga 3 orang petugas dilaporkan meninggal dunia sedangkan Sahril, wartawan metro tv ditemukan terdampar di pesisir Desa Sabatang, Kecamatan Bacan Timur, Kabupaten Halmàhera Selatan setelah 6 hari dinyatakan hilang.
Dari peristiwa adinda Sahril kita belajar. Segudang hikmah terkandung dalam insiden tragis tersebut sebagai pelajaran berharga baik itu kalangan pers, pemerintah maupun masyarakat.
Adinda Sahril dijadikan Allah SWT sebagai aktor pewarta yang syahid di medan tugas. Potret jurnalis putih Maluku Utara yang sukses “Melukis Tinta Keabadian di Perairan Gita”. Lautan Gita menjadi saksi bisu atas peristiwa misterius yang menghilangkan 4 korban jiwa. Selamat jalan kawan. Selamàt kembali ke illahi rabbi Adinda Sahril. Dedikasi dan kebersamaan dalam peliputan menjadi goresan emas bagi komunitas jurnalis Maluku Utara. Engkau boleh hilang di pandangan mata, namun kenangan dan pengabdian mu di dunia pewarta tidak lenyap dan akan selalu dikenang. Lahul Fatihah.(*)