DAERAH  

Unjuk Rasa Tuntut Pembebasan Puluhan Masyarakat Adat Maba Sangaji yang Diamankan Polda Malut

Ternate – Puluhan aktivis yang mengatasnamakan Aliansi Masyarakat Adat Menggugat menggelar aksi unjuk rasa di halaman Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) dan di depan Polda Maluku Utara, pada Senin (19/5/).

Aksi unjuk rasa tersebut, buntut dari penahanan puluhan masyarakat adat Maba Sangaji oleh pihak kepolisian saat menggelar aksi mempertahankan tanah yang diduga diserobot oleh PT. Position STS dua hari sebelumnya dan Mereka ditahan karena diduga membawa Sajam.

Peserta aksi datang dilengkapi dengan sound system dan membawa empat buah spanduk yang bertuliskan, Bebaskan Masyarakat Adat Maba Sangaji dan Hentikan Aktifitas Pertambangan di Maluku Utara “Mempertahankan Tanah Adat.

Mereka juga menyinggung bahwa Pemda Haltim dan DPR turut membunuh Masyarakat Adat “Hentikan Tindakan Represif. Mereka juga mendesak agar Kapolda Malut dan Kapolres Haltim dicopot dari jabatan. Dan cabut IUP Position STS.

Amin selaku Koordinator lapangan dalam orasinya mengatakan Halmahera Timur di guncang darurat ruang demokrasi. Kali ini kata dia, masyarakat adat maba sangaji yang berupaya mempertahankan wilayah adanya telah ditangkap dan diduga di kriminalisasi oleh aparat penegak hukum tepat pada tanggal 17 Mei 2025.

“Masyarakat Adat hendak bergerak dengan tujuan menghentikan operasi Perusahan yang dianggap legal serta tidak berdasarkan prosedural yang berlaku,”kata dia dalam orasinya.

Dia bilang, di Halmahera Timur khususnya Maba Sangaji tercatat hutan adat masyarakat yang di serobot sekitar 700 H lebih, mereka membandingkan ini, seperti halnya luas pulau sangiang, yang terletak di antara pulau jawa dan sumatera ini adalah perampasan tanah paling gila di Indonesia.

Selain itu, aspirasi yang disampaikan kepada Pemda Haltim, lanjut dia, Bupati Haltim sangat lambat dalam mengambil sebuah keputusan serius untuk menyelesaikan masalah tanah adat di Halmahera Timur.

“Ini adalah potret kebusukan pemerintahan kita saat ini, Pemerintah daerah Halmahera Timur, dan Pemerintah Provinsi harus bertanggung jawab atas masalah yang terjadi di hutan Adat Maba Sangaji,”teriaknya.

Hal senada disampaikan orator lainnya. Sahril mengatakan bahwa di hutan adat adalah tempat leluhur mereka bernafas, tempat anak cucu menanam harapan telah diinjak-injak oleh keserakahan, PT. Position datang dengan baju legalitas, tapi meninggalkan jejak kerusakan.

“Mereka bilang mereka punya izin, tapi kami bertanya, apakah mereka punya izin dari tanah, dari hutan yang kami jaga sejak sebelum republik ini lahir, dari leluhur kami yang menitipkan bumi ini untuk kami jaga,”paparnya.

Lebih lanjut kata dia, ketika masyarakat adat berdiri membela tanahnya, mereka dicap pemberontak, etika masyarakat adat mempertahankan hutan adat, mereka dikriminalisasi, dimanakah wajah keadilan di negeri ini, inikah cara negara memperlakukan penjaga terakhir alam nusantara.

“Kami tidak melawan hukum,
kami justru sedang menjaga hukum yang lebih tua dari undang-undang hukum adat. Kami tidak anti pembangunan, tapi kami anti perampasan, anti penghancuran dan anti pembungkaman,”koarnya.

Usai orasi, kemudian dilanjutkan dengan membaca tuntutan aksi diantaranya :

1. Bebaskan 27 Orang Masyarakat Adat yang di tangkap oleh Polda Maluku Utara.
2. Hentikan operasi PT Position di hutan Adat Maba Sangaji.
3. Stop kriminalisasi Masyarakat Adat yang berjuang mempertahankan tanahnya.
4. Cabut ijin usaha pertambangan yang beroperasi di hutan Maba Sangaji.
5. Segera ganti rugi hutan Adat yang di serobot PT. Position.

Dikutip dari tivanusantara, 11 warga Kabupaten Halmahera Timur yang melakukan demonstrasi penolakan aktivitas perusahaan tambang, ditetapkan tersangka oleh penyidik Reskrimum Polda Maluku Utara.

Polda beralasan bahwa 11 warga ini jadi tersangka karena membawa senjata tajam saat demonstrasi. “Karena hasil pemeriksaan 11 orang ini membawa senjata tajam, sedangkan 16 orang lainnya dibebaskan,” kata Kabid Humas Polda Maluku Utara, Kombes (Pol) Bambang Suharyono, Senin (19/5).

Menurutnya, proses penyelidikan yang dilakukan ini terfokus pada dugaan kepemilikan senjata tajam yang dibawa saat melakukan aksi di lokasi pertambangan. Dari 11 orang yang ditetapkan tersangka, satu di antaranya berkaitan dengan perampasan 18 kunci alat berat milik perusahaan. “Jadi totalnya yang diamankan sebenarnya ada 27 orang, dan 11 orang masih diamankan atas dugaan kepemilikan senjata tajam maupun perampasan kunci,” tuturnya.(*)