Morowali – Menanggapi pemberitaan terkait polemik kepemilikan lahan kebun warga yang berada dalam kawasan izin PPKH Milik PT. Hengjaya Mineralindo (HM), Humas PT. HM, Fitrah, menegaskan bahwa semua persoalan penghargaan terhadap aktifitas warga yang berada didalam area IPPKH sudah lama diselesaikan serta pihak perusahaan telah memenuhi semua kewajiban pemegang IPPKH sesuai dengan regulasi yang berlaku.
Fitrah menjelaskan, bahwa meskipun PT. HM telah mendapatkan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) untuk beraktifitas di kawasan hutan, PT. HM juga menghargai aktifitas warga desa yang telah berkebun didalam kawasan hutan dengan cara memberikan tali asih kepada warga desa-desa yang berada didalam IPPKH PT. HM yang beraktivitas di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) sejak tahun 2012 hingga 2020. Sehingga semestinya persoalan klaim tanaman warga didalam area IPPKH PT. HM telah selesai.
PT. HM juga menawarkan solusi berupa tambahan dana pemberdayaan di desa sebagai alternatif bagi warga agar tidak lagi merambah hutan didalam area HPT, namun solusi ini belum diterima warga. Disisi lain ia menegaskan bahwa PT. HM tidak akan lagi memberikan pembayaran tanaman orang per orang yang merambah didalam kawasan hutan sebab pembayaran tanaman didalam kawasan hutan hanya akan membuka peluang orang-orang untuk membuka dan merambah hutan kembali karena mereka mengetahui bahwa suatu saat tanamannya bisa dibayar oleh perusahan. Oleh karena itu PT. HM selalu konsisten dalam rangka menjaga IPPKH dari aktifitas perambahan hutan, kebakaran hutan dan aktifitas ilegal lainnya.
Fitrah menambahkan , bahwa sebelumnya pihak perusahaan telah berusaha untuk mencari solusi dengan mediasi melalui berbagai pihak, termasuk diskusi dengan warga, sosialisasi dengan KPH, RDP dengan DPRD Morowali, dan pertemuan dengan Bupati Morowali. Namun, usaha-usaha tersebut belum berhasil karena sebagian warga tetap ingin melanjutkan aktivitas mereka di kawasan hutan yang sudah dikelola oleh PT. HM.

Dalam kesempatan lain, Dwianto Irawan, Kepala Seksi Perencanaan dan Pemanfaatan Hutan UPT KPH Tepe Asa Maroso Kabupaten Morowali dinas Kehutanan Propinsi Sulawesi Tengah , menjelaskan bahwa dari hasil rapat dengan DPR dan kunjungan lapangan, ada klaim lahan oleh masyarakat di wilayah yang dikelola perusahaan, yang berujung pada konflik lahan antara perusahaan dan masyarakat. Menurutnya, kawasan yang menjadi objek konflik ini berada di dalam kawasan hutan, dan menurut peraturan kehutanan, aktivitas apapun di dalam kawasan hutan harus mendapat izin dari kementerian kehutanan.
“ Untuk masalah objek area izin di desa padabaho , kita tetap menganalisa dari sisi data dulu, dari sisi KPH menganalisa secara tekhnis seperti apa , sisanya kita serahkan ke tim daerah kalau dari sisi regulasi, bahwa kawasan hutan ketika belum dibebani perizinan itu menjadi tanggungjawab pemerintah sepenuhnya,” Ujar Dwianto saat ditemui diruangannya.
Dalam konfirmasi terpisah , salah satu Anggota Komisi 3 DPRD Morowali Muslimin Dq. Masiga, S.AN, mengugkapkan dari hasil kunjungan lapangan diwilayah objek sengketa milik PT. HM di Desa Padabaho, terdapat beberapa bukti otentik pembayaran lahan yang sudah diselesaikan sebelumnya, namun pihaknya masih akan melakukan koordinasi dan rapat bersama Tim RDP.
“ kalau dari versi perusahaan sebenarnya, saya sempat dapat datanya kemarin itu memang ada beberapa itu yang sudah dibayar, diwaktu pak kades sebelumnya, orangnya sekitar empat orang, dan dijanjikan tidak ada lagi selain itu, tapi setelah periode sekarang ternyata ada puluhan lagi yang ada, bukan hanya empat orang,” ungkap Muslimin.
Terkait persoalan ini, salah satu Tim RDP anggota Komisi 3 Moh. Sadhak Husain. ZA, S.IP dalam kunjungan mengambarkan bahwa saat ini tim sedang melakukan kajian lebih spesifik terlebih dahulu bersama OPD terkait .
“ Mungkin lusa, baru kemudian disampaikan hasil hasil termasuk dari opd-opd teknis yang terkait masalah lahannya itu, apakah lokasi kelompok tani ada di lokasi yang diajukan pihak Heng jaya” Pungkasnya. (RN/SH)